Kamis, 14 Juni 2012

EKONOMI SOSIALIS MARX (KRITIK TERHADAP KAPITALISME)

Dialektika dan dinamika sistem ekonomi dunia, pada tingkat ketegangannya yang paling tinggi, adalah terjadi antara aliran libralis-kapitalis versus sosialis-komunis. Maenstream dua sistem perekonomian tersebut, pada umumnya merujuk pada dua tokoh besar yakni Adam Smith sebagai representasi dari aliran pertama, dan Karl Marx sebagai representasi dari yang kedua.

Kedua sistem ekonomi tersebut telah menancapkan sebuah fakta dalam proses sejarah manusia dan sekarang mengental menjadi “rezim” peradaban. Seluruh wacana, diskursus dan perspektif ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang ekonomi politik, selalu melibatkan atau bahkan merujuk pada dua aliran di atas. Sehingga dunia seolah hanya disodori oleh dua tawaran:liberalis atau sosialis, komunis atau kapitalis, kanan atau kiri dan seterusnya.

Khusus dalam dunia ekonomi, arus utama dari sistem nilai atau paradigma yang mendominiasi sebagai dasar operasional berjalanya aktifitas ekonomi global adalah dua aliran tersebut. Sistem ekonomi dengan segala macam derivasi, modifikasi dan cabang-cabangnya adalah fenomena sosial yang berada dalam koridor liberalisme vis a vissosialisme. Bahkan meskipun sekarang, khususnya di Indonesia, sedang berkembang sistem ekonomi Islam atau ekonomi Syari’ah, namun ketika diselidiki lebih mendalam, ternyata di dalamnya juga sangat kapitalis. Bahkan bank Syari’ah yang selama ini sedang menggejala ditengarai lebih kapitalis daripada bank konvensional. Dengan melihat sistem operasional bank Syari’ah tersebut, istilah Islam sebagai jalan alternatif dari kapitalisme dan sosialisme, yang sering dilontarkan oleh aktifis-aktifis Islam kanan, hanya sebatas jargon. Dalam realitas empiriknya, sistem ini tetap merupakan modifikasi dari sistem kapitalis. Hanya saja pola managemennya lebih dilabeli dengan istilah Islam atau Syari’ah.

Sepanjang sejarahnya, kedua sistem ekonomi di atas, masing-masing berusaha untuk mendominasi dunia. Baik liberalisme maupun komunisme oleh para pengagumnya dipercayai sebagai “mantera” atau “agama” yang paling tepat untuk membangun dunia. Kedua aliran tersebut mempunyai landasan etis yang di dalamnya masing-masing menawarkan mimpi-mimpi kesejahteraan dan kemakmuran. Hanya saja tipe dan dasar operasionalnya berbeda.

Bagi liberalisme, untuk menciptakan kemakmuran, maka sebagai prasyaratnya harus diciptakan ruang kebebasan bagi para indifidu untuk menentukan dan mengejar kepentingan ekonomi. Pola semacam ini mengandaikan adanya sistem kompetensi yang tinggi. Sehingga konsekuensinya, bagi mereka yang kuat yang berhak memenangkan pertarungan. Sementara bagi mereka yang lemah, harus bersedia menyingkir dari percaturan ekonomi-politik dunia.

Pertarungan ternyata, sekarang dimenangkan oleh kubu liberal-kapitalis. Maka,muncullah yang namanya sistem kelas. Dalam sistem ini, negara, regulasi, sistem perundang-undangan dilarang keras untuk melakukan intervensi, melainkan harus membuka jalan seluas-luasnya demi terimpelementasikannya sistem tersebut.

Sebaliknya, traktat ekonomi sosialis percaya bahwa untuk menciptakan kemakmuran, maka segala potensi alam harus dibagi sama rata, sama rasa. Indifidu tidak mempunyai kebebasan untuk memiliki atau apalagi mengakumulasi modal. Sistem penyamarataan ini, bagi sekte sosialis, dirasa sangat adil. Karena di dalamnya tidak ada lagi kelas sosial:kaya miskin, juragan-buruh, majikan-jongos, pimpinan- karyawan dan sebagainya.

Tulisan ini mencoba mengulas persoalan apa sebenarnya yang melatarbelakangi lahirnya ekonomi sosialisme Marx dan bagaimana konsep dasarnya? Tentu saja dalam kajian ini, penulis tidak bisa menyajikan analisis yang detail dan mendalam tetapi lebih bersifat umum saja.




Latar kultural dan historis lahirnya ekonomi sosialis Marx.

Eropa baru saja menyelesaikan pertentangannya antara kekuatan kapitalisme yang baru lahir dengan rezim feodalisme. Sebelumnya, sejarah masyarakat Eropa lebih didominasi oleh kaum bangsawan dan feodal. Kelas masyarakat inilah yang telah lama mencengkramkan kuku penjajahannya pada masyarakat bawah. Namun, sejarah ternyata berubah. Setelah sekian lama berada dalam cengkraman kaum feodal, maka lahirlah kekuatan baru yakni kaum kapitalis yang berusaha meruntuhkan otoritarianisme kaum feodal. Hal ini ditandai dengan lahirnya Renaissance di Eropa. Lahirnya era ini menandai lepasnya masyarakat dari era kegelapan yang lebih didominasi oleh kaum bangsawan –feodal.

Era pencerahan membawa Eropa ke dalam sebuah peralihan dari kaum feodal ke kaum kapital. Hal ini dipicu dengan ditemukannya mesin cetak oleh Johan Guttenberg pada abad ke 15 M. Hadirnya mesin cetak ini mampu merubah kondisi sosial-budaya masyarakat Eropa pada waktu itu. Hal ini terutama dalam hal produksi. Oleh mesin cetak ini, produksi buku akhirnya bisa dilakukan secara massal. Sebelumnya, proes produksi buku atau tulisan lebih bersifat manual. Tehnik ini dilakukan dengan menggunakan tangan atau menulis di atas batu (litografi). Pola manual semacam ini jelas sangat melelahakn dan jelas tidak efektif untuk meningkatkan produksi tulisan.

Semakin mudah orang mencetak buku secara massal, gairah untuk menulis juga meningkat. Namun, bagi masyarakat awam mereka menyimpan tulisannya untuk dirinya sendiri. Hanya para bangsawan yang mampu mencetak tulisannya. Karena biaya atau ongkos untuk cetak sangat mahal. Namun yang harus diketahui adalah bahwa ditemukannya mesin cetak ini merupakan fenomena revolusioner yang mampu mendobrak kebuntuan produksi selama berabad-abad. Mesin cetak ini merupakan faktor utama terjadinya akselerasi dan peningkatan produksi buku dan bacaan. Fenomena ini berimplikasi pada lahirnya era keterbukaan komunikasi. Dengan banyakanya kuantitas buku yang dicetak, masing-masing orang terpicu untuk saling tukar ide dn pikiran. Maraknya diskusi dan pertukaran ide ini ternyata membawa akibat fatal terhadap rezim bangsawan. Derasnya wacana dan pertukaran ide membuat budaya kritis masyarakat semakin terasah sehingga mampu membongkar segala macam kebusukan dan kebobrokan rezim bangsawan atau kaum feodal sekaligus meruntuhkan mitos surgawi yang diwartakan para raja.

Revolusi teknologi itulah yang akhirnya menjadi titik tolak terjadinya perubahan-perubahan besar di masyarakat. Fakta yang paling jelas sebagai konsekuensi munculnya revolusi teknolgi ini melahirkan apa yang dinamakan dengan Engels Revolusi industri. Hal ini, dalam bidang ekonomi berarti, telah terjadi perubahan mendasar dari sistem pertanian ke sistem perindustrian. Ketika revolusi industri lahir, maka fenomena ini diikuti dengan lahirnya revolusi sosial. Salah satunya adalah terjadinya revolusi Perancis.

Bagi Gracchu Babeuf, revolusi Perancis adalah pelopor revolusi lainnya, revolusi yang lebih cemerlang menjadi revolusi terakhir.Dalam revolusi sosial ini, pihak yang menjadi aktor utamanya adalah kelas sosial baru yakni kaum borjuis atau kapitalis. Dengan hadirnya revolusi sosial ini, sistem feodal mulai runtuh dan kehilangan legitimasinya di mata masyarakat dan digantikan oleh sistem kapitalis. Namun, yang perlu diketahui juga, bahwa peralihan dari feodalisme ke kapitalisme ini tidak sepenuhnya diwarnai dengan revolusi. Negara-negara di Eropa pada waktu itu mempunyai caranya tersendiri yang berbeda. Di Inggirs misalnya, peralihan ini lebih didukung oleh hasil kerja sama antara kelas feodal dengan kelas borjuis atau kapital.

Ketika sistem feodal tergantikan oleh sistem kapital, bukan berarti sebuah masalah selesai. Namun di sinilah justru muncul problematika baru. Budaya penindasan yang awalnya didominasi oleh kaum feodal kini tergantikan oleh kaum kapital. Dari sinilah akhirnya kaum buruh Eropa sadar, bahwa dengan berkaca pada evolusi Perancis, gerakan revolusi mereka ternyata hanya ditunggangi oleh kaum borjuis untuk memperjuangkan kepentingan mereka sendiri. Setelah kekuasaan berada di tangannya, kaum borjuis ini segera menunjukkan taring dan kuku-kuku tajamnya. Mereka ganti melakukan borjuasi baru seperti yang dilakukan oleh seniornya, kaum feodal. Sistem penindasan dan borjuasi itu terlihat dengan pemerasan tenaga para buruh di pabrik-pabrik mereka.

Kondisi pekerja amat memprihatinkan, sementara upah buruh sangat rendah. Pemandangan yang tak manusiawi ini merupakan kondisi sehari-hari di tengah masyarakat Eropa waktu itu. Teknologi baru yang ditemukan itu, bukannya meningkatkan kesejahteraan kaum buruh, tetapi justru memerangkap kehidupan kaum buruh ke dalam peniondasan yang lebih kejam.sebab, pada akhirnya, penemuan teknologi ini akhirnya dijadikan oleh kaum borjuis untuk menekan para buruh. Hadirnya teknologi ini menajdikan para kapitalis bebas melakukan tawar menawar kepada buruh. Dengan bantuan teknologi itu, mereka mampu menggerakkan pabriknya tanpa memerlukan tenaga manusia yang banyak.

Rupanya hal itulah yang dijadikan senjata para borju untuk meneror buruh. Para borju itu seolah berkata kalau pabrik yang dioperasikan tidak begitu membutuhkan tenaga buruh yang banyak karena sudah mempunyai alat-alat teknologi untuk produksi, maka para buruhlah yang harus membutuhkan pabrik karena mereka butuh pekerjaan. Kondisi buruh yang terhimpit dan terintimidasi ini membuat para juragan semakin seenaknya sendiri terhadap buruh. Mereka menggaji murah para buruh, melakukan PHK sesuakanya dengan alasan tidak dibutuhkan tenaga dan sebagainya. PHK ini menjatuhkan daya tawar kaum buruh di hadapan para majikan dengan berprinsip pada teori Adam Smith.

Fenomena penindasan terhadap kaum buruh oleh kaum borjuis inilah yang menegaskan Marx sebagai orang sosialis. Hal ini ditunjukkan oleh sikap dan kritik-kritiknya terhadap kaum borjuis dan kecamannya terhadap para tokoh atau pemikir yang cenderung idealisme atau religius. Sebagai seorang penulis handal, Marx mengutuk para penulis liberal yang memfokuskan dirinya untuk usaha propaganda menangkal ateisme. Marx berpendapat bahwa tenaga atau pikiran harus ditujukan pada hal-hal yang konkrit, yang berkaitan erat dengan kondisi berat para buruh.

Seperti yang sudah disinggung di atas bahwa lahirnya wacana ekonomi sosialis Marxis adalah lebih sebagai antitesis atau counter balik (feed back) terhadap sistem ekonomi kapitalis. Teori ini, ia cetuskan setelah melakukan penelitian berjam-jam selama bertahun-tahun di British Liberary. Hal ini dilakukan oleh Marx karena berangkat dari kegelisahannya bahwa sistem kapitalisme merupakan sistem ekonomi yang tidak manusiawi. Di dalamnya telah diberlakukan dan dilegalkan penindasan dan perbudakan yang sebesar-besarnya terhadap para buruh. Dari sinilah Marx, sewaktu di Paris, menyerukan bersatu kepada kaum buruh sedunia untuk melawan kapitalisme.

Perlawanan kaum buruh ini pada tingkat yang paling radikal adalah dimanifestasikan dengan terjadinya revolusi proletariat. Bagi Marx, revolusi proletariat adalah sebuah keniscayaan sejarah. Hal ini terjadi ketika kapitalisme sudah berada di puncak kejayaannya. Puncak kejayaan kapitalisme, bagi Marx, adalah justru awal runtuhnya kapitalisme. Revolusi ini lahir sebagai sikap kaum buruh yang sudah mencapai tingkat kemuakan dan kebingungan atas kerasnya penindasan dari para pemodal.

Secara struktural, sistem ekonomi Marx ini didasarkan pada masalah kapital yang terdiri dari persoalan komoditi, uang atau sirkulasi sederhana dan kapital secara umum. Dalam pembahasan teorinya ini Marx mendasarkan pada konsep pertentangan kelas. Bagi Marx sejarah manusia adalah sejarah konflik dan pertentangan kelas yakni kelas borjuis dan keas proletar. Kelas borjuis adalah pihak yang menguasai alat-alat produksi sementara kelas proletar adalah pihak yang dikesloitasi tenaganya dalam proses produksi.
Menurut Marx, sebuah perekonomian kapitalis pada awalnya terdiri dari komoditas-komoditas dalam jumlah besar, ditambah dengan individu-individu yang menjadi pemilik dari komoditas itu, dan beberapa hubungan pertukaran yang saling menghubungkan individu-individu itu. Pada awalnya, individu-individu ini tidak merasa sebagai bagian dari kelas- kelas sosial-ekonomi yang ada. Mereka juga tidak menganggap bahwa kepentingan-kepentingan mereka bukan sebuah representasi dari kelas mereka.

Pembentukan kelas-kelas individu ini lebih ditentukan oleh struktur dan dinamika perekonomian kapitalis. Penentuan kelas ini tidak hanya berdasarkan pada kesamaan selera individu tetapi posisi dan nasib mereka dalam struktur produksi. Artinya, posisi kelas mereka ini lebih ditentukan oleh hubungan produksi mereka dalam aktifitas ekonomi.

Argumen yang ditunjukkan Marx untuk menguatkan teorinya tentang konsep kelas ditunjukkan dengan kritik Marx terhadap konsep dan tujuan pasar. Bagi Marx, perekonomian pasar, yang merupakan corak utama sistem kapitalisme liberal, bukanlah mekanisme untuk memaksimalkan kesejahteraan pribadi dari individu-individu di dalamnya, melainkan sebuah sarana untuk memfasilitasi para kapitalis untuk merampas (appropiation) nilai surplus dan mengakumulasi kapital.

Lahirnya globalisasi pasar bebas (free tread) misalnya, yang merupakan penegasan dari sistem kapitalisme neoliberal, tidalk lain adalah strategi para kaum borjusi (dalam hal ini negara-negara maju yang dipimpin oleh AS) untuk memepertahankan kepentingannya. Dalam sistem itu, regulasi yang dipakai adalah mekanisme pasar. Sehingga tidak ada pihak lain, termasuk negara yang bisa melakukan distorsi atau intervensi. Seluruh sistem yang dibangun dan pola kerja yang diciptakan tidak lain adalah manifestasi dari kepentingan ekonomi kaum borjuis dari brbagai negara maju. Maka tidak heran kalau kebijakan pasar sering bertabarkan dengan spirit keadilan dan kepentingan masyarakat bawah.

Dalam kaitannya dengan masalah pasar di atas, konsep ekonomi yang dikritik oleh Marx adalah sistem ekonomi yang terformulasikan dalam bentuk hubungan C (kumpulan dari jenis komoditas tertentu atau nilai guna yakni barang-barang komoditas seperti kursi, roti, meja, baju dan sebagainya, dengan M yang merupakan tanda dari uang. Dalam perspektif ekonomi modern, orang mempunyai uang hanya sekedar untuk membeli barang-barang atau komoditi yang berguna bagi mereka. Mereka mempunyai uang untuk membeli mobil, karena memang mereka butuh mobil itu, atau uang untuk membeli rumah karena mereka sangat butuh rumah. Untuk mendapatkan uang supaya bisa membeli barang-barang yang dibutuhkan, individu perlu menjaal komoditas lainnya.

Bentuk penjualan komoditas ini bagi Marx, meliputi tenaga manusia. Jadi, supaya bisa membeli mobil atau rumah seseorang harus menjual komoditasnya yang beruapa tenaganya atau kemampuannya itu ke pabrik(dengan cara bekerja) untuk mendapatkan uang yang bisa digunakan untuk membeli barang atau komoditas lain yang mereka butuhkan. Atau kalau tidak berupa komoditas kemampuan atau tenaga, seseorang akan menjual barang-barang miliknya yang lain untuk membeli komoditas yang dibutuhkan. Misalnya, indifidu yang membutuhkan rumah, ketika yang dipunyai mobil, maka ia akan menjaul mobil itu untuk mendapatkan uang supaya bisa beli rumah. Pola semacam ini oleh Marx dinamakan dengan “sirkulasi komoditas sederhana”. Konsep ini bisa dirumuskan dnegan sebagai berikut:

C (kemampuan kerja)   M (upah)   C (sarana konsumsi) atau

C (motor bekas)  M (hasil penjualan)  (rumah baru).
                    
Pola sirkulasi komoditas sederhana itu, bagi Marx , sebenarnya lebih terjadi di pasar-pasar non-kapitalis. Namun, di pasar –pasar kapitalis juga terjadi sistem atau pola sirkulasi tersebut. Menurut Marx, pola sirkulasi yang khas dari pasar kapitalis sehingga membedakan dengan pola sirkulasi komoditas itu adalah pola sirkulasi kapital. Sebuah sirkulasi terbali dengan sirkulasi komoditas di atas. Ada perbedaan mendasar antara pola sirkulasi komoditas dengan pola sirkulasi kapital. Kalau sirkulasi komoditas yang dituju adalah mendapatkan barang, maka kalau dalam sirkulasi kapital ini tujuan yang hendak diraih adalah mendapatkan uang. Pola sirkulasi kapital ini secara formulatif bisa dirumuskan dengan :

M   C   M’

Bahwa sang kapital mengeluarkan uang (M) dengan harapan bahwa investasi bisa menghasilkan laba ( yaitu sebesar M’ dikurangi M) yang oleh Marx disebut dengan nilai surplus (surplus value). Maka dalam dangan Marx pasar kapitalis sebenarnya mempunyai dua fungsi yaitu sebagai tempat untuk sirkulasi barang atau komoditas untuk mendistribusikan barang itu kepada pihak yang membutuhkan (konsumen) (fungsi C-M-C) sekaligus sebagai sirkulasi kapital untuk mendapatkan uang atau mengakumulasi modal (fungsi M-C-M).

Posisi kelas terjadi ketika adanya perbedaan tujuan masing-masing individu dalam menggunakan sirkulasi modal atau komoditasnya. Bagi individu yang yang tidak mempunyai kapital atau komoditasnya terbatas, maka ia akan mensirkulasikan komoditas itu sebatas untuk mendapatkan barang atau komoditas baru. Namun sebaliknya, bagi mereka yang mempunyai modal berlimpah, mereka mensirkulasikan modal dan komoditasnya jelas bertujuan untuk mengakumulasikan modal. Dari sinilah bisa dipetik benag merahnya bahwa aktifitas ekonomi itulah yang menurut Marx merupakan faktor determinan terbentuknya posisi-posisi atau kelas-kelas sosial di masyarakat.

Perbedaan pola dan orientasi dari dua model sirkulasi itulah yang memicu konflik. Konflik antar kelas (kelas borjuis dan proletar) terjadi ketika dari pihak kaum borjuis menerapkan sistem “upah subsistensi” yang berfungsi untuk menyambung hidup para pekerja. Artinya, dengan orientasi kaum kapitalis untuk mengakumulasikan kapital, sementara kaum proletar (yang tak mempunyai banyak modal) hanya sekedar untuk mendapatkan komoditas lain yang dibutuhkan, maka kaum kapitalis cukup memberikan upah kepada buruh sebatas upah itu bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari para buruh. Para kaum borjuis cukup memberikan upah kepada buruh sekedar bisa untuk makan dan memnuhi kebutuhan primer mereka. Sementara mereka tidak diberi upah yang layak supaya mereka juga bisa mengumpulkan modal atau memenuhi kebutuhan sekunder dan bahkan tersier mereka.

Jika yang diberikan kepada buruh hanyalah sebatas upah subsistensi, maka disinilah letak permasalahn selanjutnya: para kapital itu telah menciri atau maerampas upah buruh yang tersisa. Dengan tenaganya yang mahal itu, buruh sebenarnya memproduksi upah yang tinggi, namun oleh pihak kapitalis, upah yang diberikan kepada kaum proletar (buruh) hanya sebatas upah untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, maka jelas upah yang tersisa masih sangat banyak. Inilah yang dinamakan dengan nilai surplus. Nilai surplus yang sebenarnya milik para buruh itu akhirnya masuk kantong para kapitalis. Maka wajar, kalau kemudian, meskipun para juragan itu tidak membanting tulang ikut bekerja, mereka selalu kaya dan terus kaya, modalnya semakin meningkat, sementara meskipun para buruh itu kerja menghasilkan produk yang bisa dijual ke pasaran, hidup mereka tetap miskin. Karena hak-hak mereka dipangkas sedemikian besarnya, sehingga mereka tidak bisa maksimal dalam menikmati hasil kerjanya.

Bagi Marx, kalau mau jujur, seluruh nilai tambah yang dihasilkan oleh para buruh, yang ada di dalam modal kapitalis tersebut seharusnya diberikan kepada buruh.Sementara bagi kaum pemodal, ia sebenarnya hanya mempunyai modal pokok itu saja. Kalau mau megambil seharusnya yang dia ambil adalah modal pokoknya saja. Kenapa? Karena dia tidak ikut bekerja menghasilkan nilai tambah itu. Namun dalam dunia kapitalisme yang berlaku tidak demikian. Tetapi sebaliknya, keuntungan, laba atau nilai tambah itu yang separonya masuk ke kantongnya dia, kemudian yang separo masih dibagi –bagi: untuk pembiayaan administrasi, ansuransi, dana cadangan perusahaan dan kalau sudah hampir habis baru dibagikan kepada buruh.

Inilah yang menurut Marx bahwa sistem kapitalisme adalah sistem penghisapan. Sistem ini bisa langgeng karena hasil penghisapan dan perampasannya terhadap hak-hak buruh, yang dalam kontek ini adalah nilai tambah yang dihasilkan oleh para buruh itu sendiri. Oleh karena itu, Karl Marx percaya bahwa dalam rangka menghentikan penghisapan dan penindasan sistem ekonomi liberalis-kapitalis yang tak manusiawi itu, perlu ditegakkan ekonomi sosialis, sebuah sistem ekonomi tanpa kelas, tanpa hak milik pribadi, tanpa kasta, tanpa kerakusan, tanpa ketamakan, non diskriminatif and non sektarian, tak ada yang menguasai dan tak ada yang dikuasai. Kehidupan benar-benar sama untuk semua, dan dunia akhirnya menjadi satu (and the world may live as one), seperti mimpi John Lennon dalam sebuah lagunya, Imagine.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar